Source: DVDRip
MOVIE INFO
Released : 2012
Genre :Action | Comedy
Starcast :Akshay Kumar, Sonakshi Sinha and Nasser | See full cast and crew
Director :Prabhu Deva
Writer :Shiraz Ahmed
Sinopsis :MOVIE INFO
Released : 2012
Genre :Action | Comedy
Starcast :Akshay Kumar, Sonakshi Sinha and Nasser | See full cast and crew
Director :Prabhu Deva
Writer :Shiraz Ahmed
Di balik idealisme-nya menyutradarai
film-film berkelas estetik untuk ukuran Bollywood seperti ‘Devdas’
(2002), ‘Black’ (2006), ‘Saawariya’ (2007) dan ‘Guzaarish’ (2010),
seorang Sanjay Leela Bhansali ternyata menyimpan obsesi.
Satu yang sangat bertolak belakang, dimana ia menempatkan dirinya di pemirsa konvensional sinema mereka tempo doeloe, yang mudah bersorak-sorak dan bertepuk tangan menyaksikan aksi hero mereka di layar lebar dengan sejuta klise-klise filmis ala Bollywood. Let’s look back to those classics. Dari tahun ‘50an hingga kejatuhan sinema mereka di akhir ‘80an, template blockbuster itu rata-rata serupa.
Premis 20 tahun kemudian, deceased parents, bayi tertukar, balas dendam, polisi korup lawan polisi jujur, kepala gang desa, dan pastinya, hiasan lagu yang menambah masa putarnya jadi lebih dari dua jam. Betapa adegan-adegan action itu dikoreografi dalam kultur yang berbeda dari western cinema dan HK cinema, taburan sari-sari seksi mengantar kita ke plot yang, terus terang, kebanyakan brainless meskipun pesan-pesannya baik.
Tak ada nude scenes, nyaris tanpa ciuman-ciuman bibir di adegan romance dan lagu-lagunya, dan meski bersimbah darah, tak juga tergolong sadis.
Satu lagi, selain lagu-lagu yang menampilkan para hero dan heroine-nya, hampir selalu ada satu sempalan seksi-seksian menggambarkan wanita seksi menari bersama villain-villain tengik itu. So, inilah yang jadi dasar Sanjay Leela Bhansali memproduksi ‘Rowdy Rathore’, yang sekaligus membawa kembali nama Akhsay Kumar setelah hampir 7 tahun absen di genre action.
Walau sebagian orang termasuk beberapa kritikus tak sepenuhnya menyadari itu sembari memaki dan menuduhnya sudah berubah orientasi, Sanjay tak sedang mengejar box office yang sudah bicara di kesuksesan besar peredarannya.
Ia hanya mengenang kebesaran sinemanya. Masa-masa klasik dimana ia melewatkan masa kecilnya di tengah penonton yang bersorak serta bertepuk tangan itu. Masala, spices, atau apalah sebutan khas sentuhan klasik itu di tengah gambaran film-film mereka. Dan Sanjay tahu, sebuah film Telugu yang sukses disana, ‘Vikramarkudu’ (S.S. Rajamouli, 2006) yang sudah di-remake ke versi Tamil, ‘Siruthai’ (Siva, 2011), dan Kannada ‘Veera Madakari’ (Sudeep, 2009), yang kental sekali Indian Masala-nya merupakan senjata ampuh untuk itu.
Malah, bersamaan dengan ‘Rowdy Rathore’ yang notabene remake versi Hindi ini, perfilman Bengali juga tak mau kalah me-remakenya dengan judul ‘Bikram Singha’. Namun sedikit berbeda dengan yang lain, Sanjay membesutnya dengan spirit homage penuh ke memori itu dibalik efek yang lebih canggih dan update di adegan-adegan aksinya.
Jadi ini bukan sekedar gila-gilaan, tapi main-main yang punya tendensi tribute, serta digarap serius dibalik gelaran plotnya yang sama sekali tak serius dan dibuat sekampung-kampungnya. Seperti Hollywood yang menggarap ‘Machete’ dan sebarisan produk-produk grindhouse yang disengaja. And trust me, persis seperti feel saat menyaksikan trailernya dan apa yang dikatakan Sanjay, ‘It requires a lot of skill to make the kind of cinema where audiences jump out of their seats whistling and clapping’, you will cheer with the other crowds as well!
--------------------
Satu yang sangat bertolak belakang, dimana ia menempatkan dirinya di pemirsa konvensional sinema mereka tempo doeloe, yang mudah bersorak-sorak dan bertepuk tangan menyaksikan aksi hero mereka di layar lebar dengan sejuta klise-klise filmis ala Bollywood. Let’s look back to those classics. Dari tahun ‘50an hingga kejatuhan sinema mereka di akhir ‘80an, template blockbuster itu rata-rata serupa.
Premis 20 tahun kemudian, deceased parents, bayi tertukar, balas dendam, polisi korup lawan polisi jujur, kepala gang desa, dan pastinya, hiasan lagu yang menambah masa putarnya jadi lebih dari dua jam. Betapa adegan-adegan action itu dikoreografi dalam kultur yang berbeda dari western cinema dan HK cinema, taburan sari-sari seksi mengantar kita ke plot yang, terus terang, kebanyakan brainless meskipun pesan-pesannya baik.
Tak ada nude scenes, nyaris tanpa ciuman-ciuman bibir di adegan romance dan lagu-lagunya, dan meski bersimbah darah, tak juga tergolong sadis.
Satu lagi, selain lagu-lagu yang menampilkan para hero dan heroine-nya, hampir selalu ada satu sempalan seksi-seksian menggambarkan wanita seksi menari bersama villain-villain tengik itu. So, inilah yang jadi dasar Sanjay Leela Bhansali memproduksi ‘Rowdy Rathore’, yang sekaligus membawa kembali nama Akhsay Kumar setelah hampir 7 tahun absen di genre action.
Walau sebagian orang termasuk beberapa kritikus tak sepenuhnya menyadari itu sembari memaki dan menuduhnya sudah berubah orientasi, Sanjay tak sedang mengejar box office yang sudah bicara di kesuksesan besar peredarannya.
Ia hanya mengenang kebesaran sinemanya. Masa-masa klasik dimana ia melewatkan masa kecilnya di tengah penonton yang bersorak serta bertepuk tangan itu. Masala, spices, atau apalah sebutan khas sentuhan klasik itu di tengah gambaran film-film mereka. Dan Sanjay tahu, sebuah film Telugu yang sukses disana, ‘Vikramarkudu’ (S.S. Rajamouli, 2006) yang sudah di-remake ke versi Tamil, ‘Siruthai’ (Siva, 2011), dan Kannada ‘Veera Madakari’ (Sudeep, 2009), yang kental sekali Indian Masala-nya merupakan senjata ampuh untuk itu.
Malah, bersamaan dengan ‘Rowdy Rathore’ yang notabene remake versi Hindi ini, perfilman Bengali juga tak mau kalah me-remakenya dengan judul ‘Bikram Singha’. Namun sedikit berbeda dengan yang lain, Sanjay membesutnya dengan spirit homage penuh ke memori itu dibalik efek yang lebih canggih dan update di adegan-adegan aksinya.
Jadi ini bukan sekedar gila-gilaan, tapi main-main yang punya tendensi tribute, serta digarap serius dibalik gelaran plotnya yang sama sekali tak serius dan dibuat sekampung-kampungnya. Seperti Hollywood yang menggarap ‘Machete’ dan sebarisan produk-produk grindhouse yang disengaja. And trust me, persis seperti feel saat menyaksikan trailernya dan apa yang dikatakan Sanjay, ‘It requires a lot of skill to make the kind of cinema where audiences jump out of their seats whistling and clapping’, you will cheer with the other crowds as well!
--------------------
Shiva (Akhsay Kumar) yang berprofesi
sebagai pencopet bersama rekannya 2G (Paresh Ganatra) di Mumbai seketika
dikejutkan kala seorang anak perempuan, Chinki muncul ke tengah-tengah
mereka.
Pasalnya, Chinki langsung mengenali Shiva sebagai ayahnya, ASP Vikram Rathore (juga diperankan Akhsay Kumar) yang hilang entah kemana. Ini juga mengganggu hubungan yang baru dibina Shiva dengan gadis pujaannya, Paro (Sonakshi Sinha), serta segerombolan bandit-bandit mengerikan yang tiba-tiba mengejar-ngejar Shiva.
Penelusurannya akhirnya membawa Shiva pada sejarah konspirasi kejahatan di Devgarh yang mengawali segalanya dari sepak terjang Rathore melawan gembong penjahat Baapji (Nasser) bersama ipar (Mushtaq Khan) dan putra cabulnya, Munna (Amit Kumar).
Sekarang, mau tak mau Shiva harus mewarisi perjuangan Rathore sekaligus menyelamatkan Chinki yang sudah terlanjur mencuri hatinya.
----------------------------
Pasalnya, Chinki langsung mengenali Shiva sebagai ayahnya, ASP Vikram Rathore (juga diperankan Akhsay Kumar) yang hilang entah kemana. Ini juga mengganggu hubungan yang baru dibina Shiva dengan gadis pujaannya, Paro (Sonakshi Sinha), serta segerombolan bandit-bandit mengerikan yang tiba-tiba mengejar-ngejar Shiva.
Penelusurannya akhirnya membawa Shiva pada sejarah konspirasi kejahatan di Devgarh yang mengawali segalanya dari sepak terjang Rathore melawan gembong penjahat Baapji (Nasser) bersama ipar (Mushtaq Khan) dan putra cabulnya, Munna (Amit Kumar).
Sekarang, mau tak mau Shiva harus mewarisi perjuangan Rathore sekaligus menyelamatkan Chinki yang sudah terlanjur mencuri hatinya.
----------------------------
Adalah keputusan tepat bagi Sanjay untuk memilih sutradara Prabhu Deva,
karena idealisme penyutradaraan Sanjay memang bertolak belakang dengan
tujuannya memproduseri film ini. Prabhu, penari/aktor/sutradara Tamil
yang baru saja memulai debutnya di perfilman Bollywood lewat ‘Wanted’
(2009) –nya Salman Khan (remake dari film Tamil-nya sendiri, ‘Pokkiri’)
yang juga menuai sukses besar dengan resep tak jauh beda, meski belum
se-ekstrim ini.
Selain sudah teruji di genre sejenis dengan pakem film India bombastis, storytelling-nya juga sangat bergaya homage ke style klasik yang seringkali berpanjang-panjang di narasi awal yang terasa seperti gado-gado mengkombinasikan drama dan komedi super-cheesy sebelum menggempur sisanya dengan action.
Prabhu malah ikut tampil dalam lagu hit ‘Chinta Ta Chita Chita’ bersama superstar Tamil Vijay plus Kareena Kapoor. Akshay Kumar bermain cukup baik dalam double role-nya, meskipun sama-sama menampilkan kumis tebal namun karakter beda warna-nya terlihat jelas.
Sebarisan villain-nya yang rata-rata belum punya nama di Bollywood juga di-push menggambarkan kriminal sekomikal mana mereka bisa. Hanya sayang Sonakshi Sinha, putri aktor senior Shatrughan Sinha yang sekarang beralih jadi politikus termasuk mantan menteri kesehatan mereka, tak diberi kesempatan lebih dari sekedar penghias.
Namun sesuai tendensinya sebagai sebuah homage dengan hingar-bingar bumbu Bollywood klasik, ‘Rowdy Rathore’ memang agaknya tak memerlukan penelusuran lebih dalam jalinan plotnya. Makin kampungan dan berantakan, justru malah makin asyik. Just like grindhouses.
Karena itu kualitas selebihnya memang benar-benar dipegang oleh sinematografi Santosh Thundiyil yang memberikan tone vintage se-klasik painted posternya yang sangat berwarna-warni Bollywood di tengah peredarannya menyambut Hari Raya Holi yang juga colorful, serta ini yang terpenting.
Kerja action director Anal Arasu yang sekalian melatih Akhsay dalam skills combat karate, sebagai highlight terbesar ‘Rowdy Rathore’ yang membuat kita terlena dibalik semua kegilaannya. Dengan koreografi yang sangat mantap, ini seperti menyaksikan film-film martial arts Asia ala ‘Kungfu Hustle’ atau kalau mau lebih ekstrim di body combat dan tusuk-tusukannya dari belati, golok sampai rounded chainsaw, ‘The Story of Riki-Oh’.
Satu lawan seratus dengan villain yang terbang tercampak kemana-mana, sementara sang jagoan masih sempat-sempatnya memelintir kumis tebalnya.
Sama-sama over the top dan WTF hampir di segala sisi, namun tak sekalipun meninggalkan Indian Masala-nya termasuk di skor latar yang penuh dentuman gendang. Dan ini akan makin terasa bila Anda memang terbiasa menyaksikan apalagi menyukai film-film Hindi klasik tempo doeloe.
So inilah ‘Rowdy Rathore’, dibalik semua tendensi Sanjay Leela Bhansali membawa kembali pemirsanya ke memori kebesaran pakem sinema mereka dulu. Some might called it brainless, stupid or whatever, but this is their way describing their own grindhouse. A pure Hindi masala action. Total fun!
***
Selain sudah teruji di genre sejenis dengan pakem film India bombastis, storytelling-nya juga sangat bergaya homage ke style klasik yang seringkali berpanjang-panjang di narasi awal yang terasa seperti gado-gado mengkombinasikan drama dan komedi super-cheesy sebelum menggempur sisanya dengan action.
Prabhu malah ikut tampil dalam lagu hit ‘Chinta Ta Chita Chita’ bersama superstar Tamil Vijay plus Kareena Kapoor. Akshay Kumar bermain cukup baik dalam double role-nya, meskipun sama-sama menampilkan kumis tebal namun karakter beda warna-nya terlihat jelas.
Sebarisan villain-nya yang rata-rata belum punya nama di Bollywood juga di-push menggambarkan kriminal sekomikal mana mereka bisa. Hanya sayang Sonakshi Sinha, putri aktor senior Shatrughan Sinha yang sekarang beralih jadi politikus termasuk mantan menteri kesehatan mereka, tak diberi kesempatan lebih dari sekedar penghias.
Namun sesuai tendensinya sebagai sebuah homage dengan hingar-bingar bumbu Bollywood klasik, ‘Rowdy Rathore’ memang agaknya tak memerlukan penelusuran lebih dalam jalinan plotnya. Makin kampungan dan berantakan, justru malah makin asyik. Just like grindhouses.
Karena itu kualitas selebihnya memang benar-benar dipegang oleh sinematografi Santosh Thundiyil yang memberikan tone vintage se-klasik painted posternya yang sangat berwarna-warni Bollywood di tengah peredarannya menyambut Hari Raya Holi yang juga colorful, serta ini yang terpenting.
Kerja action director Anal Arasu yang sekalian melatih Akhsay dalam skills combat karate, sebagai highlight terbesar ‘Rowdy Rathore’ yang membuat kita terlena dibalik semua kegilaannya. Dengan koreografi yang sangat mantap, ini seperti menyaksikan film-film martial arts Asia ala ‘Kungfu Hustle’ atau kalau mau lebih ekstrim di body combat dan tusuk-tusukannya dari belati, golok sampai rounded chainsaw, ‘The Story of Riki-Oh’.
Satu lawan seratus dengan villain yang terbang tercampak kemana-mana, sementara sang jagoan masih sempat-sempatnya memelintir kumis tebalnya.
Sama-sama over the top dan WTF hampir di segala sisi, namun tak sekalipun meninggalkan Indian Masala-nya termasuk di skor latar yang penuh dentuman gendang. Dan ini akan makin terasa bila Anda memang terbiasa menyaksikan apalagi menyukai film-film Hindi klasik tempo doeloe.
So inilah ‘Rowdy Rathore’, dibalik semua tendensi Sanjay Leela Bhansali membawa kembali pemirsanya ke memori kebesaran pakem sinema mereka dulu. Some might called it brainless, stupid or whatever, but this is their way describing their own grindhouse. A pure Hindi masala action. Total fun!
***
Musikal dalam 'Rowdy Rathore' Bermasalah
'Rowdy Rathore' mungkin sukses di box
office, namun gugatan hukum terhadap produser Sanjay Leela Bhansali
telah merusak kebahagiaan tersebut.
Menurut Masala, Sanjay terpaksa membayar denda kepada Aditya Music, pemegang hak lagu 'Chintata' yang digunakan dalam film tersebut.Meskipun Sanjay telah membeli hak untuk membuat ulang film Telugu 'Vikramarkudu' menjadi 'Rowdy Rathore', ia lupa bahwa lagu-lagunya juga berada di bawah naungan label musik. Ketika ia menyadarinya, mereka menuntut Sanjay secara hukum, menyatakan bahwa ia telah menggunakan lagu tersebut tanpa izin.
Sanjay awalnya meminta bantuan rumah produksi namun mereka menolak memberikan bantuan keuangan apapun karena mereka merasa itu merupakan tanggung jawab Sanjay untuk menyelesaikannya dengan perusahaan musik tersebut. Hal itu menyebabkan Sanjay membayar biaya penyelesaian dari kantongnya sendiri, karena ia tidak ingin mengambil resiko terlibat dalam kasus pengadilan yang berlarut-larut.
Downloads:
Nama Files : Rowdy Rathore
Jenis : AVI
Ukuran : 209 mb
Durasi : 2 Jam - 23 Menit - 44 Detik
Source : DVDRip
Alternatif :Link I
Jenis : AVI
Ukuran : 209 mb
Durasi : 2 Jam - 23 Menit - 44 Detik
Source : DVDRip
Alternatif :Link I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar